Semangat yang Terpatahkan

 

Peserta Olimpiade Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara
Kendari, 14 Juni 2014

Keluar dari zona nyaman muncul di benak sejak kelas 3 SMP. Lulus SMP ingin melanjutkan sekolah di kota. Namun apalah daya orang tua belum memberikan izin. Pertimbangan orang tua bervariasi mulai masih terlalu dini sampai yang paling urgent yaitu cuan. Mah pah, saya sekolah di kota yah?. SMAnya di kampung aja dulu. Nanti tamat SMA baru ke kota, kan SMA sudah ada di kampung. Baiklah mah pah.

Suatu kesempatan saya bertemu dengan salah seorang teman SMP yang lanjut di kota, tidak terlalu lama bercerita tapi saya lihat perkembangannya luar biasa beberapa langkah di depan saya. “seandainya saya sekolah di kota mungkin tak sejauh ini tertinggal” gumamku dalam hati. Tapi tak apa-apa lah, manfaatin aja dulu kesempatan dan fasililtas yang ada, sembari mencari celah dan cara untuk bisa bersaing dengan mereka, minimalnya sejajar lah.

Olimpiade mungkin bisa menjadi batu pijakan? tak ada lagi semangat ikut serta setelah beberapa kali di kecewakan dengannya. Ketika SD pernah dipilih untuk mengikuti olimpiade matematika mewakili sekolahku. Beberapa hari sebelum berangkat dan segala sesuatunya sudah di persiapkan namun entah kenapa sampai lulus SD tak jadi berangkat. Waktu kelas 1 SMP di panggil oleh guru matematika bahwa dalam waktu dekat kita akan mengikuti olimpiade insyaallah. Sampai naik di kelas 2, entah kenapa tak ada kabar untuk berangkat, tak tahu pasti apa yang menjadi alasannya. Tahun berikutnya di panggil kembali bahwa saya menjadi perwakilan sekolah mengikuti olimpiade matematika. Lagi dan lagi sampai naik di kelas 3 kabarnya masih seperti tahun sebelumnya. Beberapa bulan menghadapi ujian Nasional kembali di panggil oleh guru matematika bahwa akan ada lomba cerdas cermat matematika di kota baubau dan Ibu Guruku menginginkan saya bisa ikut serta pada ajang tersebut. “siap ibu”. Lagi dan lagi Ketika ibu guru minta izin pada pimpinan sekolah untuk mengikuti lomba tersebut tak di berikan izin dengan alasan kelas ujian. Sekarang fokusnya hanya ujian. Oh iya tak apa-apa semua ada kebaikannya insyaallah. 

Olimpiade tak jadi-jadi dan minta izin untuk lanjut SMK di kota juga tak di izinkan, yahh ikuti saja alurnya, ada hikmahnya insyaallah. Sampai di SMA teman-teman sudah pada ikut bimbingan olimpiade, adapun saya sudah tak ada lagi keinginan dan semangat untuk ikut serta lomba apalagi olimpiade. Terlanjur kecewa. Enam hari sebelum berangkat ternyata saya di cari oleh guru ekonomi. Bahwa saya yang akan mewakili sekolah pada lomba olimpiade untuk pelajaran ekonomi. Saya terdiam dan masih belum memberikan jawaban. Fikiran dan hatiku berseteru “cari dulu yang sudah kelas 2, saya kan masih kelas 1. Pelajaran-pelajaran kelas 2 belum saya dapatkan”. Hati bergumam “kalau kamu tidak mau, kemungkinan gurumu akan kecewa. Masa di percayakan untuk ikut malah menolak, lagian kan banyak juga yang mau ikutan tapi kamu yang di percayakan”. Iya pak…. Jawabku.

Sehari setelahnya saya di berikan 2 buah buku. Satu buku kelas 1 dan satu buku kelas 2 semester 1. Dalam 5 hari itu betul- betul saya manfaatkan untuk menelaah 2 buku tersebut. Dan bahkan orang tua sementara waktu melarang saya kemana-mana. Juara?.... tak saya harapkan, bagaimana bisa meraih juara waktu belajar hanya 5 hari. Saya sangat bahagia bisa ikut walaupun hanya sekedar meramaikan dan menutupi kekosongan.  

Pada upacara peringatan hari Pendidikan 2 Mei 2014, kepala sekolah dalam pidatonya menyampaikan bahwa “alhamdulillah salah seorang siswa kita tembus ke tingkat provinsi pada ajang olimpiade tahun ini, mata pelajaran ekonomi. (Jantungku berdegub kencang, pasalnya yang mewakili sekolahku kala itu 3 orang). Dan siswa tersebut bernama Jefri”. Tak salah dengarkah saya? Tak salah ucapkah kepala sekolah?. Alhamdulillah bibirku berucap, mata berkaca-kaca. Tak menyangka bisa membuat orang tua senang. Satu persatu teman-teman datang mengucapkan kata selamat. Juni 2014 berangkat ke Kendari, guru ekonomiku berucap kembali “Jefri.. tahun depan kamu lagi yang ikut pelajaran ekonomi yah, walapun seandainya kamu masuk di jurusan IPA” siap pak guru, jawabku.

Setahun mempersiapkan olimpiade 2015 dengan harapan bisa tembus ketingkat lebih tinggi dari sebelumnya. Masih sangat hangat di benak, ketika 3 hari sebelum berangkat pimpinan sekolah menginformasikan bahwa sekolah kita belum bisa berangkat mengikuti olimpiade tahun itu. Entahlah kenapa perstiwa bertahun-tahun sebelumnya kembali terjadi. Tak bisa di bayangkan bagaimana hati merasakan sakit. Pasalnya setahun penuh mempersiapkan diri dengan harapan bisa tembus ke tingkat Nasional. Lebih sakit lagi saya sampai mengurungkan niat untuk masuk di jurusan IPA hanya kerena ingin ikut serta. padahal saya sudah mengisi formulir untuk bisa masuk di jurusan IPA, yang kemudian saya kembali menghadap ke kantor mengurungkan niat masuk IPA. Sampai saya di tanya-tanya kenapa mau pindah?.

Sejak pembatalan keberangkatan tersebut pola belajar saya berubah yang tadinya berusaha meluangkan waktu di setiap hari untuk membaca buku-buku pelajaran sekolah berubah drastis. Belajar hanya sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ulangan semester. Padahal kebiasaan belajar dan membaca di setiap hari sudah ibu tanamkan sejak saya masuk kelas 1 SD. Ibu selalu membangunkan saya diwaktu subuh, katanya belajar di subuh hari lebih mudah untuk di ingat. Mengajari saya mengenali huruf demi huruf dan mengajari saya hitungan/matematika lebih banyak. tidak jarang saya dan ibu saling adu kecepatan dalam menghitung suatu persoaoan dan harus ku akui bahwa saya lebih banyak kalah dari kecepatan ibu terus tertawa bareng, ahh rasanya asik banget. Ini yang membuat saya senang dengan matematika. Padahal ibu saya hanya tamatan SMP. Alhamdulillah kebiasaan bangun subuh masih terbawa sampai sekarang. Terimakasih ibu. Sebulan setelah pembatalan tersebut ternyata sekolah memberangkatkan kontingen porseni. Bayangkan bagaimana sakitnya hati apalagi hati orang tua? Yahhh sudahlah semua akan ada hikmahnya Insyaallah.

Alhamdulillah… hikmah di jurusan IPS terlihat setelah kelas 3 SMA. Pola pikir sedikit berubah dari sebuah teori pada pelajaran sosiologi. Teori perkembangan intragenerasi dan antargenerasi. Saya memahaminya bahwa Pendidikan dalam sebuah keluarga harus berkembang antara Pendidikan ayah dengan anak dan pendidikan kakak dengan adek. Bertekad untuk kuliah tidak satu Kota dengan kakak. Bertekad kuliah lebih jauh dari kakak. Alhamdulillah.

Tibalah masa dimana kami harus memilih kampus mana yang menjadi tujuan untuk menimbah ilmu. Tidak tahu sekarang, tapi kalau di zaman kami waktu itu tak semua bisa mendaftar jalur SNPTN di kota dimana kakak belajar di sana. Kecuali yang memenuhi beberapa standar. Alhamdulillah kala itu saya termasuk yang bisa mengajukan itu, walaupun nyatanya saya tak menginginkanny. Kami di minta untuk mempesiapakan syarat-syarat pendaftaran tersebut oleh sekolah. Sekolahku sungguh baik, waktu itu saya menjadi orang pertama seangkatan yang di ajukan untuk mendaftar. Padahal jika seandainya mereka tahu bahwa saya sebenarnya tak ingin mendaftar di jalur dan kampus tersebut sudah pasti nmereka tak akan memperlakukan saya seperti ini. Karena teori perkembangan itragenerasi dan antargenerasi  sudah cukup kokoh di hati bahwa saya tak ingin kuliah sekota dengan kakak. Doaku tiap hari pasca mendaftar “semoga saya tidak lulus di jalur SNPTN tersebut”. Ternyata Allah ta’ala mengabulkan doa saya. Saya tidak lulus. Kalimat yang pertama terucap adalah alhamdulillah. Bersyukur tidak lulus, karena walaupun lulus saya tetap dengan pendirian. Tak akan berangkat di kota tersebut. 

Alhamdulillah, ternyata Allah ta’ala mempersipan untuk saya dua kampus sekaligus di Kota Makassar. STIBA Makassar dan Al-Birr UNISMUH Makassar saya lulus di dua kampus tersebut. STIBA Makassar menjadi pilihan utama saya, dan saya sangat bersyukur bisa menimba ilmu di kampus tersebut. Jurusan Perbandingan Madzhab sebagai takhasus kami di sana. Mempelajari perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan mempejari perbedaan-perbedaan itu kita akan lebih bijakasana dan lapang dada ketika melihat perbedaan, itu diantara buah dari mempelajari perbedaan fikih lintas madzhab. Juli 2020 saya menyelesaikan study di STIBA Makassar alhamdulillah. 

...Terimakasih telah membaca...

 

Saudi Arabia, 16 Januari 2023

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja yang Semu dan Sesaat

Memburu Beasiswa Kerajaan Saudi Arabia